Home » » PEMIKIRAN IGNAZ GOLDZIHER DAN JOSEPH SCHACHT. seorang filosof pengkritis hadist,

PEMIKIRAN IGNAZ GOLDZIHER DAN JOSEPH SCHACHT. seorang filosof pengkritis hadist,

PEMIKIRAN IGNAZ GOLDZIHER DAN JOSEPH SCHACHT


Disusun guna memenuhi Tugas
Mata kuliah :  Madzahib Hadits
Dosen pengampu : Bapak. Drs. Zumrodi,M.Ag







Disusun oleh :
Moh. Pujihono                :   312038

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN USHULUDDIN
PROGAM STUDI TAFSIR HADIST
TAHUN AKADEMIK 2013




I. PENDAHULUAN
Hadis merupakan salah satu unsur terpenting dalam Islam. Ia menempati martabat kedua setelah Al-Quran dari sumber-sumber hukum Islam. Dalam artian, jika suatu masalah atau kasus terjadi di masyarakat tidak ditemukan dasar hukumnya dalam Al-Quran maka hakim ataupun mujtahid harus kembali kepada Hadis Nabi.
Dalam praktek, banyak ditemukan ketentuan masalah yang tidak dimuat dalam Al-Quran dan hanya didapatkan ketentuannya di dalam Hadis Nabi. Umpamanya aturan pelaksanaan shalat, puasa, zakat, dan haji yang merupakan rukun Islam tidak dijelaskan rinciannya dalam Al-Quran akan tetapi dijabarkan secara detail oleh Hadis Nabi SAW. Demikian pula aturan muamalat dan transaksi, pelaksanaan hukuman pidana, aturan moral, dan lainnya.
 Hingga saat ini, Hadis Nabi tidak henti-hentinya dikaji dan di pelajari secara serius, bukan hanya oleh kalangan Islam sendiri  tapi oleh para  islamisis dan orientalispun juga tertarik terhadap kajian tersebut. Hal ini terjadi karena eksistensi hadis pada kenyataannya semakin mengundang banyak problematika di kalangan orientalis yang serius mengkaji hadits. Problematika tersebut dirasa semakin kompleks, ketika eksistensi hadis itu sendiri dalam banyak aspeknya berbeda dengan al-Qur’an, dimana al-Qur’an sebagai sumber otoritas pertama diriwayatkan secara mutawatir (qot’i al-Wurud), sedangkan hadis sebagai sumber otoritas kedua diriwayatkan tidak secara mutawatir (dhoni al-Wurud), karena secara historisitas penulisan ataupun pengkodifikasiannya relatif sangat jauh dari masa hidup Nabi Saw. Dari sinilah kemudian timbul penilaian-penilaian miring yang dengan sengaja menstereotipkan keberadaan hadtis di mata umat Islam.
 Mereka kemudian mengubah sasarannya kepada sumber Islam yang kedua ini yaitu Hadits dengan mengangkat sejumlah isu, di antaranya yang paling krusial dan fundamental adalah meragukan otentisitas Hadits. Maka muncullah nama-nama orientalis semisal Ignaz Goldziher dan  J. Schacth. Secara spesifik, makalah ini akan mengkaji pemikiran Ignaz Goldziher dan Scacht seputar Hadis dan kritikan-kritikan terhadapnya.

II. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana biografi singkat Ignaz Goldziher?
2. Bagaimana Kodifikasi Hadits menurut Ignaz Goldziher?
3. Bagaimana Analisis Kritis Pemikiran Ignaz Goldziher?
4. Bagaimana Sekilas Biografi Joseph Schacht?
5. Apa Karya-karya Joseph Schacht?
6. Bagaimana Studi Isnad Hadis Menurut Joseph schacht?
III. PEMBAHASAN
1.      IGNAZ GOLDZIHER
a.      Biografi singkat Ignaz Goldziher
Nama lengkapnya adalah Ignaz Goldziher. Dia lahir pada tanggal 22 Juni 1850 di kota Szekesfehervar,Hongaria. Dia Berasal dari keluarga Yahudi yang terpandang dan memiliki pengaruh yang sangat luas . Pendidikannya dimulai dari Budhaphes, kemudian melanjutkan ke Berlin dan Liepziq pada tahun 1869. Pada tahun 1870 dia pergi ke Syria dan belajar pada Syeikh Tahir al-Jazairi. Kemudian pindah ke Palestina, lalu melanjutkan studinya ke Mesir, dimana dia sempat belajar pada beberapa ulama al-Azhar.
Sepulangnya dari Mesir, tahun 1873, dia diangkat menjadi guru besar di Universitas Budhapest. Di Universitas ini, dia menekankan kajian peradaban Arab dan menjadi seorang kritikus Hadits paling penting di abad ke-19. Pada tanggal 13 Desember 1921, akhirnya dia menghembuskan nafas terakhirnya di Budhaphes.  Sebagai seorang orientalis yang gigih, ia berusaha menciptakan keresahan umat Islam, seperti menggoyang kebenaran Hadits Nabi Muhammad Saw, maka karya-karyanya menjadi sangat berbahaya, terutama berita kebohongan dan kebodohan yang dapat menciptakan permusuhan terhadap Islam.
b.      Kodifikasi Hadits menurut Ignaz Goldziher
Sentral serangan orientalis dan para pengikutnya ketika meragukan otentisitas Hadis adalah bahwa upaya penulisan dan kodifikasi Hadis baru dilakukan pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, khalifah Bani Umayyah yang memerintah antara tahun 99-101 Hijriyah; sebuah waktu yang relatif jauh dari masa Rasulullah Saw. Kenyataan ini telah memicu berbagai spekulasi berkaitan dengan otentisitas Hadits. Ignaz Goldziher misalnya, dalam karyanya Muhammedanische Studien telah memastikan diri untuk mengingkari adanya pemeliharaan Hadits pada masa sahabat sampai awal abad kedua Hijriyah. Di antara catatan atau pandangan Goldziher tentang hal ini adalah sebagai berikut:
Pertama, Goldziher menganggap bahwa Hadis merupakan produk kreasi kaum muslimin belakangan, karena kodifikasi Hadits baru terjadi setelah beberapa abad dari masa hidup Nabi.
Kedua, Ignaz Goldziher menganggap bahwa Hadits yang disandarkan pada Nabi Muhammad Saw dan para sahabat yang terhimpun dalam kumpulan Hadits-Hadits klasik bukan merupakan laporan yang autentik, tetapi merupakan refleksi doktrinal dari perkembangan politik sejak dua abad pertama sepeninggal Muhammad Saw. Baginya, hampir-hampir tidak mungkin bahkan setipis keyakinan untuk menyaring sedemikian banyak materi Hadits, hingga dapat diperoleh sedikit sekali Hadis yang benar-benar orisinil dari Nabi atau generasi Sahabat awal.
Ketiga, Ignaz Goldziher sebagaimana H. A. Gibb dan W. Montgomery Watt, beranggapan bahwa tradisi penulisan Hadits sebenarnya merupakan pengadopsian dari gagasan-gagasan besar agama Yahudi yang di dalamnya ada larangan atas penulisan aturan-aturan agama. Namun ternyata pemahaman yang keliru tersebut masih juga mendapat dukungan dari sebagian kaum Muslimin sendiri walaupun bertentangan dengan fakta-fakta yang telah ada. Menurut Goldziher, dukungan kaum Muslimin ini sebenarnya tidak bisa terlepas dari kepentingan ideologis, karena kaum Muslimin tidak memiliki bukti yang menunjukkan bahwa Muhammad Saw mencatat riwayat-riwayat selain al-Qur’an serta tidak ada bukti bahwa penulisan Hadits itu sudah terjadi sejak awal Islam.
            Keempat, Ignaz Goldziher menyatakan bahwa redaksi/matan Hadits yang diriwayatkan oleh perawi-perawi Hadits dinilai tidak akurat, karena mereka lebih menitikberatkan pada aspek makna Hadits sehingga para ahli bahasa merasa enggan menerima periwayatan Hadits disebabkan susunan bahasanya tergantung pada pendapat perawinya.  
c.       Analisis Kritis Pemikiran Ignaz Goldziher
Untuk menanggapi beberapa anggapan Ignaz Goldziher di atas, berikut ini dipaparkan catatan-catatan kritis mengenainya:
Pertama, anggapan bahwa Hadits merupakan produk kreasi kaum muslimin belakangan, karena kodifikasi Hadits baru terjadi setelah beberapa abad dari masa hidup Nabi adalah tidak benar. Sebab, kodifikasi Hadis pada masa Nabi adalah realitas yang tidak terbantahkan. Para sahabat menulis Hadis-Hadis ini pada shahifah (lembaran) . Di antara shahifah-shahifah ini yang paling terkenal adalah shahifah Abdullah bin Amr dan Ali bin Abu Thalib. Jadi, inisiatif-inisiatif pribadi untuk melakukan kodifikasi dan penulisan Hadis sudah ada sejak zaman Rasul, meskipun perintah resminya baru terjadi masa masa khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Perlu diketahui di sini bahwa penggunaan kata kodifikasi itu sendiri mengandung makna yang masih luas, karena sering dimaknai sebagai proses penulisan. Padahal, maksud yang lebih tepat adalah proses pengumpulan. Di dalam bahasa Arab, proses penulisan itu disebut kitâbah, sedangkan proses pengumpulan disebut tadwîn. Jadi, anggapan Goldziher bahwa Hadis merupakan produk kreasi kaum muslimin belakangan, karena kodifikasi Hadis baru terjadi setelah beberapa abad dari masa hidup Nabi semakin tidak relevan dan ilmiah. Bagaimana mungkin Hadis disebut sebagai produk kreasi kaum muslimin belakangan, padahal kaum muslimin belakangan itu hanya mengumpulkan dari shahifah-shahifah yang sudah ada.
Selain itu, sebelum kedatangan Islam, masyarakat Arab sudah dalam keadaan maju dan berkebudayaan dan banyak bukti-bukti sejarah yang mendukung adanya tradisi tulis-menulis di awal Islam ini. Jadi, sejak masa pra Islam, tradisi tulisan pun sudah banyak dikenal dalam pagan Arab, terutama di kalangan penyair. Bukti lain adanya tradisi tulis menulis ini adalah bahwa di sekitar Nabi Muhammad Saw terdapat 40 penulis wahyu yang setiap saat siaga dalam melakukan penulisan. Ada juga Sa’ad Ibn ‘Abdullah Ibn ‘Auf yang memiliki kumpulan hadis dari tulisan tangan sendiri.
Kedua, anggapan bahwa Hadis yang disandarkan pada Nabi Muhammad Saw dan para sahabat yang terhimpun dalam kumpulan Hadis-Hadis klasik bukan merupakan laporan yang autentik adalah tidak berdasar. Bahkan, otentisitas itu bisa dilacak secara ilmiah dengan adanya manuskrip-manuskrip yang dapat ditelaah. Misalnya, Hadis-Hadis yang tertulis di dalam Mushannaf Ash-Shadiqah yang terbukti ditulis pada zaman Rasulullah itulah yang kemudian banyak dihimpun kembali dalam kumpulan Hadis-Hadis klasik. Fakta ini saja telah membuktikan bahwa Hadis bukanlah seperti yang dituduhkan Goldziher sebagai refleksi doktrinal dari perkembangan politik sejak dua abad pertama sepeninggal Nabi Muhammad.
2.      JOSEPH SCHACHT TENTANG OTENTISITAS HADIS NABI.
a.      Sekilas Biografi Joseph Schacht
 Schacht lahir pada tanggal 15 Maret 1902, di Ratibor, Silesia yang dulu berada di wilayah Jerman dan sekarang masuk Polandia, hanya menyeberangi perbatasan dari Cekoslawakia.  Di kota ini, ia tumbuh dan berkembang dan tinggal selama delapan belas tahun pertama dari kehidupannya. Schacht lahir dari keluarga yang agamis dan terdidik. Ayahnya Eduard Schacht adalah penganut katholik dan guru-guru anak-anak bisu dan tuli, ibunya bernama Maria Mohr. Pada tahun 1945, ia menikah dengan wanita Inggris yang bernama Louise Isabel Dorothy, anak perempuan Joseph Coleman.
Karirnya sebagai orientalis diawali dengan belajar filologi klasik, semitik, teologi dan bahasa-bahasa Timur di Universitas Berslaw dan Universitas Leipzig. Ia meraih gelar doctor (D.Phil) dengan predikat summa Cum Laude dari Universitas Berslauw pada tahun 1923, ketika berumur 21 tahun.  Pada tahun 1947, ia menjadi warga Negara Inggris dan bekerja di radio BBC London. Meskipun ia bekerja untuk kepentingan Inggris tidak mau memberikan imbalan apa-apa padanya. Sebagai Ilmuan yang menyandang gelar Profesor Doktor, di Inggris, ia justru belajar lagi di tingkat Pasca Sarjana Universitas Oxford, sampai ia meraih gelar Magister (1948) dan Doktor (1952) dari Universitas tersebut. Pada tahun 1954, ia meninggalkan Inggris dan mengajar di Universitas Leiden Negeri Belanda sebagai guru besar samapai tahun 1959. Disini ia ikut menjadi supervisor atas cetakan kedua buku Dairaha al-Ma`rifah al-Islamiyah. Kemudian pada musim panas tahun 1953, ia pindah ke Universitas Columbia New York dan menjadi guru besar sampai ia meninggal dunia tahun 1969.
b.      Karya-karyanya
        Meskipun ia seorang pakar Sarjana Hukum Islam, namun karya-karyanya tidak terbatas pada bidang tersebut. Secara umum ada beberapa disiplin ilmu yang ia tulis. Antara lain, Kajian Tentang Manuskrip Arab, Edit-Kritikal atas Manuskrip-manuskrip Fiqh Islam, Kajian Tentang Ilmu Kalam, Kajian Tentang Fiqh Islam, Kajian tentang Sejarah Sains dan Filsafat dan lain-lain.  
Adapun karya ilmiah yang paling monumental adalah The Origins of Muhammad Jurisprudence, An Introduvtion to Islamic Law, Islamic Law, Pre Islamic Background and Early Development of Jurisprudence dan karya terakhirnya adalah Theology and Law in Islam.
c.       Sunnah dalam Pandangan Joseph Schacht
Menurut Schacht, konsep awal Sunnah adalah “tradisi yang hidup” dalam mazhab-mazhab fiqih klasik, yang berarti kebiasaan atau “praktek yang disepakati secara umum”(`amal, al-amr al-mujtama` `alaih). Konsep ini tidak ada hubungannya dengan Nabi. Dalam kenyataanya bahwa istilah sunnah yang berarti “kebiasaan masyarakat sebagai prinsip pembimbing moralitas yang diriwayatkan oleh periwayatan lisan, telah digunakan pada masa Arab pra-Islam. Salah satu buktinya adalah figur seorang “hakam”, yaitu seorang ‘juru tengah’ yang dipilih untuk menyelesaikan masalah antar dua atau lebih kelompok yang bertikai jika proses negoisasi mengalami kebuntetan. Sedang hadis hanyalah produk kreasi kaum muslimin belakangan, karena kodifikasi hadis baru terjadi beberapa abad setelah Rasulullah Saw wafat.
 Dalam bukunya Inttroduction to Islamic Law, Schacht memberikan pendapat bahwa Sunnah dalam konteks Islam pada awalnya lebih memiliki konotasi politisi dari pada hukum.Untuk membuktikan anggapan tersebut  pada bagian lain ia mengajukan beberapa alasan,diantaranya adalah:
 pertama, kalau Nabi Saw. memiliki kekuasaan seperti yang diuraikan di atas, pastilah para khulafa al-Rasyidin sebagai pemimpin politik untuk umat Islam akan mengambilnya sebagai sumber hukum yang tertinggi , tetapi itu justru tidak terjadi , malahan mereka mengambil perbuatan–perbuatan mereka sendiri untuk dijadikan rujukan hukum, karena mereka berpandangan bahwa para khalifah memiliki kekuasaan hukum untuk umatnya.
 Kedua, bahwa hadis Nabi Saw. terutama yang berkaitan dengan hukum islam adalah buatan para ulama abad kedua dan ketiga hijriyah, untuk meyakinkan itu ia mengatakan bahwa cara terbaik untuk membuktikan bahwa suatu hadis tidak pernah ada dalam satu kurun waktu tertentu adalah dengan menunjukan kenyataan bahwa hadis tidak pernah di gunakan sebagai dalil dalam diskusi para fuqaha sebab seandainya Hadis tersebut pernah ada, pasti hal itu dijadikan referensi selain dari itu untuk menggambarkan sejauh mana kenyataan pemalsuan hadis.
 Lebih lanjut menurut Schacht, sikap aliran fiqh klasik ini semakin mendapatkan legitimasinya dengan adanya gerakkan ahl al-hadis. Sekalipun semangat awal yang dibangun adalah tidak ingin hadis-hadis yang berasal dari Nabi Saw itu dikalahkan oleh aturan-aturan aliran fiqh, namun untuk mencapai tujuan tersebut justru ahli hadis ‘terjebak’ pada sikap justifikatif terhadap aturan-aturan yang dibuat oleh aliran fiqh.
d.      Studi Isnad Hadis Menurut Joseph schacht
Salah satu serangan yang sering dilontarkan para orientalis,seperti Joseph Schacht, Sprenger, Goldziher-untuk meragukan bahkan menolak keberadaan hadis nabi adalah persoalan sistem isnad. Teori isnad seringkali dituduh sebagai bikinan para ulama hadis dan tidak pernah ada pada zaman Nabi atau bahkan sahabat. Dengan kata lain, sistem isnad menurut sebagian orientalis bersifat a-historis.
Dalam mengkaji Hadis Nabawi, Schacht lebih banyak menyoroti aspek sanad (transmisi, silsilah) dari pada aspek matan. Schacht menilai bahwa sanad hadis adalah bukti adanya kesewenang-wenengan dan kecerobohan yang dilakukan para ulama pada saat itu. Sanad (sandaran) atau isnad (penyangga) yang dalam ilmu hadis dimaknai sebagai silsilah (rangkaian) dari pada penyaksi, mulai dari sumber pertama sampai sumber terakhir. Sementara kitab-kitab yang dipakai ajang penelitian adalah kitab al-Muwatta` karya Imam Malik, kitab al-Muwatta` karya Imam Muhammad al-Syaibani, serta kitab al-Umm dan al-Risalah karya Imam Syafi`i.
 Schacht dalam bukunya The origins of Muhammadan Juresprudence dan An Introduction to Islamic Low berkesimpulan bahwa hadis terutama yang berkaitan dengan hukum Islam adalah bikinan para ulama abad kedua dan ketiga hijriah. Ia mengatakan, “we shell not meet any legal tradition from the prophet which can be considered authentic” (kita tidak akan menemukan satu buah pun hadis hukum yang berasal dari Nabi yang dapat dipertimbangkan shahih).
Kemudian untuk mendukung kesimpulannya itu, Schacht mengajukan konsepProjecting Back (proyeksi ke belakang), yaitu mengaitkan pendapat para Ahli Fikih abad kedua dan ketiga hijriah kepada tokoh-tokoh terdahulu agar pendapat itu memiliki legitimasi dari orang-orang yang mempunyai otoritas lebih tinggi. Menurutnya, para Ahli Fiqih telah mengaitkan pendapat-pendapatnya dengan para sahabat sampai Rasulullah Saw., sehingga membentuk sanad Hadis. Inilah rekonstruksi terbentuknya sanad Hadis menurut Schacht yang berarti Hadis-Hadis itu tidak otentik berasal dari Nabi Saw.
Selanjutnya Schacht berpandangan bahwa secara keseluruhan sistem isnad mungkin valid untuk melacak hadis-hadis sampai pada ulama-ulama abad kedua, akan tetapi rantai periwayatan yang merentang ke belakang sampai kepada Nabi Saw dan para sahabat adalah palsu.
            Schacht menegaskan bahwa hukum Islam belum eksis pada masa al-Sya`bi (w 110H). Penegasan ini memberikan pengertian bahwa apabila ditemukan hadis-hadis yang berkaitan dengan hukum Islam, maka hadis-hadis itu adalah buatan orang-orang yang hidup sesudah al-Sya`bi.
 Ia berpendapat bahwa hukum Islam baru dikenal semenjak masa pengangkatan para qadhi (hakim agama). Para khalifah dahulu tidak pernah mengangkat qadhi. Pengangkatan qadhi baru dilakukan pada masa Dinasti Bani Umayyah. Kira-kira pada akhir abad pertama Hijri (715-720) pengangkatan qadhi itu ditujukan kepada orang-orang 'spesialis' yang berasal dari kalangan yang taat beragama. Karena jumlah orang-orang spesialis ini kian bertambah maka akhirnya mereka berkembang menjadi kelompok aliran fiqih klasik. Hal ini terjadi pada dekade-dekade pertama abad kedua Hijri.
Dalam perkembangan selanjutnya, pendapat-pendapat para qadhi itu tidak hanya dinisbahkan kepada tokoh-tokoh terdahulu yang jaraknya masih dekat, melainkan dinisbahkan kepada tokoh yang lebih dahulu. Langkah selanjutnya, untuk memperoleh legitimasi yang lebih kuat, pendapat-pendapat itu dinisbahkan kepada tokoh yang memilki otoritas lebih tinggi, misalnya Abdullah bin Mas`ud. Dan pada tahap terakhir, pendapat-pendapat itu dinisbahkan kepada Muhammad Saw.
Menurut Schacht, studi isnad memungkinkan untuk membubuhi tanggal terhadap Hadis-Hadis itu. Banyak bukti yang diberikan Schacht untuk mengukuhkan gagasannya dan dengan demikian ia mampu menunjukkan bahwa isnad memiliki kecenderungan “mundur ke belakang” dan mengklaim otoritas yang lebih tinggi dan lebih tinggi lagi hingga mereka sampai kepada Nabi”. Semakin awal suatu Hadis muncul, maka semakin kecil kemungkinan Hadis tersebut memiliki isnad yang lengkap. Semakin lengkap isnad, semakin belakang Hadis itu muncul. Dari hal tersebut menurutnya tidak ada alasan untuk menduga bahwa praktek pemakaian isnad secara teratur tidak lebih tua dari permulaan abad ke dua.
IV. KESIMPULAN
Terbukti bahwa tuduhan-tuduhan Ignaz Goldziher terhadap Hadis nabi adalah tidak benar dan tidak berdasar. Hadis nabi sudah ditulis sejak zaman Rasulullah meskipun proses tadwinnya baru terjadi pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz. Jarak yang relatif jauh ini sama sekali tidak membuktikan bahwa selama itu Hadis ditelantarkan tanpa perhatian dari para ulama. Sebab, sebagaimana Al-Quran, para ulama juga menaruh perhatian serius kepada Hadis nabi sejak zaman awal Islam. Bukti dari perhatian itu dapat ditelaah pada kitab sejarah dan pada kekayaan literatur ilmu Hadis dalam khazanah Islam.
Dari pemaparan diatas juga dapat disimpulkan bahwa sunnah dalam menurut Schact adalah kebiasaan masyarakat sebagai prinsip pembimbing moralitas dan kebiasaan ini telah biasa digunakan pada masa Arab pra-Islam. Selanjutnya Schacht berpandangan bahwa secara keseluruhan sistem isnad yang terdapat dalam hadis-hadis baru terbentuk pada dekade-dekade pertama abad kedua Hijri. Kemudian untuk mendukung kesimpulannya itu, Schacht mengajukan konsep Projecting Back (proyeksi ke belakang), yaitu mengaitkan pendapat para Ahli Fikih abad kedua dan ketiga hijriah kepada tokoh-tokoh terdahulu agar pendapat itu memiliki legitimasi dari orang-orang yang mempunyai otoritas lebih tinggi.
V. PENUTUP
Mungkin hanya seklumit kata-kata yang bisa kami ungkapkan. Hanya sedikit harapan dari kami,jikalau banyak kesalahan kami, mengenai materi yang kami sajikan ini, saran-saran kalian selalu kami nanti, dan kebenaran hanya milik allah. ……walahu a’lam.

DAFTAR PUSTAKA
Azami, M. Mustofa, Dirasat fi al-Hadis al-Nabawi wa Tarikh Tadwinih, terj. Mustofa Yaqub, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2006
Azami, M.M, Menguji Keaslian Hadis-Hadis Hukum, terj. Ali Mustofa Ya`qub, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004
Darmalaksana, Wahyudin, Hadis di Mata Oreintalis Telaah atas Pandangan Ignaz Goldziher dan Joseph Schacht, Bandung: Benang Merah Press, 2004
Ismail, Syuhudi, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis Telaah kritis dan Tinjauan dengan pendekatan Ilmu sejarah, Jakarta: Bulan Bintang, 1995
Minhaji, Akhmad, Kontroversi pembentukan Hukum Islam; Kontribusi Joseph Schacht, terj. Ali Masrur,Yogyakarta: UII Press, 2001
Munawir, Hadis Nabi di Mata Orientalis (Telaah Terhadap Kritik Otentisitas dan Kritik sanad Joseph Schacht), America: Nawesea Press, 2007
Mustafa Yaqub, Ali, Kritik Hadis, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008
Mustaqim, Abdul, Wacana Studi Hadis Kontemporer, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2002.
Rahman Zufra, Kajian Sunah Nabi SAW Sebagai Sumber Hukum Islam, Jakarta, Pedoman Ilmu Jaya, 1995
UIN Sunan Ampel, Jurnal Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran dan Hadis, Vol.11, no.1, Januari 2010






1 komentar:

Popular Posts

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Kumpulan makalah lengkap Ushuluddin TH.angkatan 2012 STAIN KUDUS - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger