PUASA
Disusun
guna memenuhi Tugas
Mata
kuliah : Hadist Ahkam
Dosen
pengampu : Dr. Hj Ummah Farida, Lc. MA
Disusun oleh :
1. Moh. Pujihono : 312038
2. Umar Syeh M. Afsi : 312032
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
KUDUS
JURUSAN USHULUDDIN
PROGAM STUDI TAFSIR HADIST
TAHUN AKADEMIK 2013
PUASA
I.
PENDAHULUAN
Islam ditegakkan berdasarkan lima
tiang (rukun), dengan rukun itu
seorang manusia bisa dikatakan pemeluk
agama Islam. Puasa bertempat diurutan ke -4 setelah orang mengikrarkan syahadat,
melakukan sholat, dan menunaikan zakat. betapa indahnya Islam, karna dengan di
syariatkan puasa bagi kaum muslim, Allah menaruh berjuta-juta hikmah dan pahala
bagi yang menjalankannya. Oleh karena
urgennya ibadah puasa ini, Allah Swt. Dengan sangat gamblang mewajibkan ibadah
puasa ini terhadap seluruh orang yang beriman, karna hal ini tertuang dalam
Firman-Nya surat Al-Baqoroh :183
$ygr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
|=ÏGä.
ãNà6øn=tæ
ãP$uÅ_Á9$#
$yJx.
|=ÏGä.
n?tã
úïÏ%©!$#
`ÏB
öNà6Î=ö7s%
öNä3ª=yès9
tbqà)Gs?
ÇÊÑÌÈ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan
atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertakwa,” ( Al-Baqoroh :183).
Puasa dibebankan kepada orang-orang beriman
agar mereka menjadi orang yang bertakwa didalam menjalani hidupnya agar tidak
tergelincir kepada jalan-jalan keburukan dan terhindar dari siksa-Nya. Ini
merupakan salah satu bentuk kasih sayang Allah kepada para hamba-Nya. Karena
disamping mereka menjadi orang yang bertakwa, mereka juga akan mereguk nikmat
dan indahnya hikmah dibalik ibadah ini yang begitu luas.
Maka dari itu, pada kesempatan ini, kami akan
sedikit dibahas tentang hadis Nabi yang berkaitan dengan ketentuan-ketentuan
dalam pelaksanaan puasa. yakni kapan dan bagaimana seharusnya seorang islam
memulai ritual ibadah puasa dan kapan pula berakhirnya dan yang lainnya.
Sehingga akan tampak jelas aturan-aturan yang telah ditentukan dalam menentukan
waktu-waktu memulai puasa Ramadhan, dan dari dalam makalah ini juga nanti akan
diketahui penyebab dari perbedaan penggunaan metode dalam menentukan 1 Ramadhan
dan 1 syawal,dan tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan puasa . Insya
Allah.
II. RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana Matan hadist tentang Puasa?
2.
Analisa bahasa dari hadist puasa?
3.
Siapa saja Rijal yang berperan dalam hadist
tentang puasa?
4.
Bagaimana mengalisa matan daripada puasa?
5.
Apa keutamaan dan amalan apa yang bisa diraih
di bulan puasa?
6.
Bagaimana Aplikasi Informasi Astronomis Hilal
Pada Berbagai Hisab Dengan Kriteria yang Berbeda?
III. PEMBAHASAN
A. MATAN HADITS
Shohih
Muslim
وعن ابن عمر
رضي الله عنه قال : سمعت رسول الله صلعم يقول : " اذا رأيتموه فصوموا, اذا
رأيتموه فأفطروا , فان غم عليكم فاقدروا له " متفق عليه
ولمسلم : "
فان أغمي عليكم فاقدروا له ثلاثين "
وللبخارى : فاكملوا العدة ثلاثين" . وله في حديث أبي هريرة : فاكملوا
عدة شعبان ثلاثين .
Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila engkau sekalian melihatnya (bulan) berpuasalah, dan apabila engkau sekalian melihatnya (bulan) berbukalah, dan jika awan menutupi kalian maka perkirakanlah.” Muttafaq Alaihi. Menurut riwayat Muslim: “Jika awan menutupi kalian maka perkirakanlah tiga puluh hari.” Menurut riwayat Bukhari: “Maka sempurnakanlah hitungannya menjadi tigapuluh hari.” Riwayat itu selaras dengan haditsnya Abu Hurairoh “ maka sempurnakanlah hitungannya tiga puluhnya bulan Sya’ban”.
Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila engkau sekalian melihatnya (bulan) berpuasalah, dan apabila engkau sekalian melihatnya (bulan) berbukalah, dan jika awan menutupi kalian maka perkirakanlah.” Muttafaq Alaihi. Menurut riwayat Muslim: “Jika awan menutupi kalian maka perkirakanlah tiga puluh hari.” Menurut riwayat Bukhari: “Maka sempurnakanlah hitungannya menjadi tigapuluh hari.” Riwayat itu selaras dengan haditsnya Abu Hurairoh “ maka sempurnakanlah hitungannya tiga puluhnya bulan Sya’ban”.
-حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ
إِبْرَاهِيْم: حَدَّثَنَا هِشَام: حَدَّثَنَا يَحْيىَ بنُ أَبِي كَثِير، عَنْ
أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أِبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه،
عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: (لَا يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أوْ يَوْمَيْنِ، إِلَّا أَنْ يَكُوُنَ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمَهُ، فَلْيَصُمْ ذَلِكَ الْيَوْم).
عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: (لَا يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أوْ يَوْمَيْنِ، إِلَّا أَنْ يَكُوُنَ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمَهُ، فَلْيَصُمْ ذَلِكَ الْيَوْم).
Dari Abi Hurairah, ia berkata bahwasanya Nabi saw.
Bersabda: jangan sekali-kali kamu mendahului bulan Ramadhan dengan puasa sehari
atau dua hari, kecuali seseorang yang biasa berpuasa, maka berpuasalah hari
itu.[1]
حَدَّثَنَا عَبْدُ الله بنُ مَسْلَمَةَ، عَنْ
مَالِك، عَنْ نَافِع، عَنْ عَبْدِ الله بنِ عُمَر رضي الله عنهما:أنَّ رَسُول الله
صلى الله عليه وسلم ذَكَرَ رَمَضَانَ، فَقَالَ: (لاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوُا
الْهِلَال، وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوهُ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا
لَهُ).
Dari ‘Abullah bin Umar r.a, mengatakan bahwa Rasulullah
pernah berbicara perihal bulan Ramadhan. Beliau bersabda: maka janganlah kamu
berpuasa sehingga melihat bulan sabit (tanggal 1 Ramadhan), dan janganlah kamu
berbuka sehingga kamu melihatnya (tanggal 1 syawal). Jika bulan itu tertutup
atasmu, kira-kirakanlah bilangannya.[2]
حَدَّثَنَا عَبْدُ الله بنُ مَسْلَمَةَ:
حَدَّثَنَا مَالِك، عَنْ عَبْدِ الله بنِ دِينَاٍر، عَنْ عَبْدِ الله ابنِ عُمَرَ
رضي الله عَنْهُمَا:
أنَّ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم قَالَ: (الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ لَيْلَةً، فَلَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوهُ، فَإنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلَاثِيْنَ).
أنَّ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم قَالَ: (الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ لَيْلَةً، فَلَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوهُ، فَإنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلَاثِيْنَ).
Dari ‘Abullah bin Umar r.a, berkata bahwasanya Nabi
bersabda: sebulan itu dua puluh sembilan malam, maka janganlah kamu berpuasa
sehingga melihat bulan sabit ( tanggal 1 Ramadhan), dan janganlah kamu berbuka
sehingga kamu melihatnya (tanggal 1 syawal), jika bulan tertutup atasmu,
maka sempurnakanlah bulan sya’ban tiga puluh hari.
حَدَّثَنَا آدم: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ:
حَدَّثَنَا مُحَمَّد بْنُ زِيَاد قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ رضي الله
عَنْهُ يَقُولُ:
قَالَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم، أَوْ قَالَ: قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ صلى الله عليه وسلم: (صُومُوا ِلرُؤيَتِهِ وَأفْطَرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمَلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ).
قَالَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم، أَوْ قَالَ: قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ صلى الله عليه وسلم: (صُومُوا ِلرُؤيَتِهِ وَأفْطَرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمَلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ).
Dari Abi Hurairah r.a, ia berkata, bahwasanya Nabi
Muhammad saw. Bersabda: berpuasalah kamu bila melihatnya ( bulan sabit tanggal
satu Ramadhan), dan berbukalah bila kamu melihatnya (bulan sabit tanggal satu
syawal). Jika bulan itu tertutup atasmu, maka sempurnakanlah bilangan sya’ban
tiga puluh hari.
حَدَّثَنَا أبُو عَاصِم، عَنْ ابنِ جُرَيْج،
عَنْ يَحْيىَ بنِ عَبْدِ الله بْنِ صَيفِيٌّ، عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ عَبْدِ
الرَّحْمَن، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رضي الله عَنْهَا: أنَّ النَّبِيِّ صلى الله عليه
وسلم آلى مِنْ نِسَائِهِ شَهْرًا، فَلَمَّا مَضَى تِسْعَةُ وَعِشْرُونَ يَوْمًا
غَدَا، أو راح، فَقِيلَ لَهُ: إنَّكَ حَلَفْتَ أنْ لَا تَدْخُلَ شَهْرًا؟.
فَقَالَ: (إنَّ الشَّهْرَ يَكُونُ تِسْعَةً وَعِشْرِينَ يَوْمًا).
Dari Ummu Salamah r.a ia berkata, sesungguhnya mengila’
sebagian isteri beliau selama satu bulan. Ketika telah lewat duapuluh sembilan
hari, beliau pergi kepada mereka pada waktu pagi dan sore. Maka dikatakan
kepada beliau “(Wahai Nabiyullah), sesungguhnya engkau bersumpah tidak akan
memasuki (mereka) selama satuu bulan?”. Beliau bersabda: sesungguhnya satu
bulan itu 29 hari.”
B. ANALISA BAHASA
" اذا رأيتموه فصوموا, اذا
رأيتموه فأفطروا , فان غم عليكم فاقدروا له " متفق عليه
ولمسلم : "
فان أغمي عليكم فاقدروا له ثلاثين "
وللبخارى : فاكملوا العدة ثلاثين" . وله في حديث أبي هريرة : فاكملوا عدة شعبان ثلاثين .
dalam susunan ini tidak ada suatu kalimah yang janggal,
semua lafadz bermakna sesuai kosa kata tersebut, maka dari itu analisa ini kami
analogkan pada kaidah nahwu dan sorofnya. hadits di atas terdapat beberapa
syarat beserta jawabnya,yang kesemuanya menggunakan sighot fi’il. Jika kita
analogkan pada kaidah nahwunya haadits ini mempunyai suatu perintah (tholab),
disamping karna kwluar dari fi’il amar, ini juga bermakna tholab, sebab itu
sebagai jawab yang di iringi dengan fa’ jawab.[3]
لَا يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ
أوْ يَوْمَيْنِ، إِلَّا أَنْ يَكُوُنَ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمَهُ،
Dalam hadist ini terdapat adat qasr, yaitu huruf لاdan الا yang pada
hakikatnya ini adalah sebuah penetapan, yang
bermakna pada asal tujuan qasr yaitu meringkas dan menetapkan.[4]
صُومُوا ِلرُؤيَتِهِ وَأفْطَرُوا لِرُؤْيَتِهِ،
Dari penggalan hadits diatas, mengandung sebuah
sabab-musabab, yaitu lafadz لرُؤيَتِهِ (sebagai sabab)
dan lafadz صُومُوا ِ وَأفْطَرُوا (sebagai musababnya)
C. ANALISA RIJAL
I.
Biografi Abu Hurairah
Tempat
dan Tanggal Lahirnya
Beliau dilahirkan 21 tahun sebelum hijrah tepatnya pada tahun 598 Masehi di daerah Yaman, beliau dilahirkan dari kabilah bani Daus, beliau masuk Islam pada awal tahun ke-7 hijriyah tepatnya ketika Rasulullah berada di Khoibar, yang disaksikan oleh Rasulullah, kemudian beliau senantiasa bermulazamah kepada Rasulullah untuk mendapatkan ilmu dari beliau, beliau adalah sahabat yang paling banyak menghafalkan hadis dari pada shahabat yang lainnya, hal ini merupakan barokah dari do’a Rasulullah kepada beliau, Rasulullah mengakui akan semangat yang dimiliki oleh Abu Hurairah dalam mencari ilmu.
Beliau adalah salah seorang yang menerima pantulan revolusi Islam, dengan segala perubahan yang ia buat. Dari orang upahan menjadi induk orang yang mengupah atau majikan, dari seorang yang terlunta-lunta ditengah-tengah lautan manusia, menjadi imam dan ikutan, Dan dari seorang yang sujud kepada batu-batu yang disusun, menjadi orang yang beriman kepada Allah. Beliau berkata, “Aku dibesarkan dalam keadaan yatim, dan pergi hijrah dalam keadaan miskin, aku menerima upah sebagai pembantu pada Basrah binti Ghazwan demi untuk mengisi isi perutku. Aku lah yang melayani keluarga itu bila sedang ingin berpergian, sekarang inilah aku, Allah telah menikahkanku dengan putri Bushrah, maka segala puji bagi Bagi Allah yang telah menjadikan agama ini tiang penegak, dan menjadikan Abu Hurairah ikutan umat.”
Abu Hurairah adalah seorang alim, ahli ibadah, ahli tasawuf, dan yang selalu mengikuti perang di medan pertempuran, demi mengagungkan kalimat Allah. Dia mengikuti perang Tabuk pada masa Nabi Saw, dan setelah wafat Nabi, dia pun ikut berperang melawan orang-orang murtad bersama Abu Bakar As-Shiddiq.
Beliau dilahirkan 21 tahun sebelum hijrah tepatnya pada tahun 598 Masehi di daerah Yaman, beliau dilahirkan dari kabilah bani Daus, beliau masuk Islam pada awal tahun ke-7 hijriyah tepatnya ketika Rasulullah berada di Khoibar, yang disaksikan oleh Rasulullah, kemudian beliau senantiasa bermulazamah kepada Rasulullah untuk mendapatkan ilmu dari beliau, beliau adalah sahabat yang paling banyak menghafalkan hadis dari pada shahabat yang lainnya, hal ini merupakan barokah dari do’a Rasulullah kepada beliau, Rasulullah mengakui akan semangat yang dimiliki oleh Abu Hurairah dalam mencari ilmu.
Beliau adalah salah seorang yang menerima pantulan revolusi Islam, dengan segala perubahan yang ia buat. Dari orang upahan menjadi induk orang yang mengupah atau majikan, dari seorang yang terlunta-lunta ditengah-tengah lautan manusia, menjadi imam dan ikutan, Dan dari seorang yang sujud kepada batu-batu yang disusun, menjadi orang yang beriman kepada Allah. Beliau berkata, “Aku dibesarkan dalam keadaan yatim, dan pergi hijrah dalam keadaan miskin, aku menerima upah sebagai pembantu pada Basrah binti Ghazwan demi untuk mengisi isi perutku. Aku lah yang melayani keluarga itu bila sedang ingin berpergian, sekarang inilah aku, Allah telah menikahkanku dengan putri Bushrah, maka segala puji bagi Bagi Allah yang telah menjadikan agama ini tiang penegak, dan menjadikan Abu Hurairah ikutan umat.”
Abu Hurairah adalah seorang alim, ahli ibadah, ahli tasawuf, dan yang selalu mengikuti perang di medan pertempuran, demi mengagungkan kalimat Allah. Dia mengikuti perang Tabuk pada masa Nabi Saw, dan setelah wafat Nabi, dia pun ikut berperang melawan orang-orang murtad bersama Abu Bakar As-Shiddiq.
II.
Imam Bukhari
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail
bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari Al Ju’fi. Akan tetapi beliau lebih
terkenal dengan sebutan Imam Bukhari, karena beliau lahir di kota Bukhara,
Turkistan.
Sewaktu kecil Al Imam Al Bukhari buta kedua matanya. Pada suatu malam ibu beliau bermimpi melihat Nabi Ibrahim ‘Alaihissalaam yang mengatakan, “Hai Fulanah (yang beliau maksud adalah ibu Al Imam Al Bukhari, pent), sesungguhnya Allah telah mengembalikan penglihatan kedua mata putramu karena seringnya engkau berdoa”. Ternyata pada pagi harinya sang ibu menyaksikan bahwa Allah telah mengembalikan penglihatan kedua mata putranya.
Sewaktu kecil Al Imam Al Bukhari buta kedua matanya. Pada suatu malam ibu beliau bermimpi melihat Nabi Ibrahim ‘Alaihissalaam yang mengatakan, “Hai Fulanah (yang beliau maksud adalah ibu Al Imam Al Bukhari, pent), sesungguhnya Allah telah mengembalikan penglihatan kedua mata putramu karena seringnya engkau berdoa”. Ternyata pada pagi harinya sang ibu menyaksikan bahwa Allah telah mengembalikan penglihatan kedua mata putranya.
Ketika berusia sepuluh tahun, Al Imam Al Bukhari mulai
menuntut ilmu, beliau melakukan pengembaraan ke Balkh, Naisabur, Rayy, Baghdad,
Bashrah, Kufah, Makkah, Mesir, dan Syam..
III.
Abdullah bin Umar bin Khattab
Abdullah bin Umar bin Khattab (bahasa Arab: عبد الله بن عمربن الخطاب) atau sering
disebut Abdullah bin Umar atau Ibnu Umar saja (lahir 612 - wafat 693/696atau 72/73 H) adalah seorang sahabat Nabi dan merupakan periwayat hadits yang terkenal. Ia adalah anak dari Umar bin Khattab, salah seorang sahabat utamaNabi Muhammad dan Khulafaur Rasyidin yang kedua.
Ibnu Umar adalah seorang yang meriwayatkan hadist terbanyak kedua
setelah Abu Hurairah, yaitu sebanyak 2.630 hadits,
karena ia selalu mengikuti kemanaRasulullah pergi. Bahkan Aisyah istri Rasulullah pernah memujinya dan
berkata :"Tak seorang pun mengikuti jejak langkah Rasulullah di tempat-tempat pemberhentiannya, seperti yang telah dilakukan Ibnu
Umar". Ia bersikap sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadist Nabi.
Demikian pula dalam mengeluarkan fatwa, ia senantiasa mengikuti tradisi
dan sunnah Rasulullah, karenanya ia tidak mau melakukan ijtihad. Biasanya ia memberi fatwa pada musim haji, atau pada kesempatan lainnya. Di antara para Tabi'in, yang paling banyak meriwayatkan darinya ialah Salim dan hamba sahayanya,
Nafi'.[5]
IV.
Abu Salamah
Abu Salamah adalah putera Abdurrahman bin
Auf, seorang sahabat Rasulullah yang kaya. Nasabnya secara lengkap adalah Abu
Salamah bin Abdurrahman bin Auf bin Abdi Auf bin Abdi bin Harits bin Zuhrah bin
Kilab bin Murrah bin Ka’ab al-Quraisy az-Zuhri al-Hafizh. Imam adz-Dzahabi
dalam Siyar A’lamin Nubala’nya menempatkannya pada tingkatan kedua dalam
jajaran era Tabi’in. Dia merupakan ulama madinah. Ada yang mengatakan nama
aslinya adalah Abdullah atau Ismail. Dia dilahirkan pada sekitar tahun 20-an
Hijriyah. Ia hanya meriwayatkan sedikit hadis dari ayahnya. Karena sang ayah
terlebih dahulu meninggal dunia. Saat itu, Abu Salamah masih kecil.
Namun demikian, ia sempat meriwayatkan hadis
dari beberapa sahabat Rasulullah SAW, antara lain dari Usamah bin Zaid,
Abdullah bin Salam, Abu Ayyub, Aisyah, Ummu Salamah, Ummu Sulaim, Abu Hurairah,
dan beberapa sahabat yang lain.
Menurut Umar bin Abdul Aziz, Abu Salamah
adalah penuntut ilmu yang faqih dan mujtahid yang memiliki kemampuan berhujjah.
Beberapa ulama meriwayatkan dari Abu Salamah anatar lain anaknya Umar bin Abu
Salamah, keponakannya Sa’ad bin Ibrahim, Abdul Majid bin Suhail, Arak bin Malik,
asy-Sya’bi, Sa’id al-Maqbari, Amr bin Dinar, az-Zuhri, Salamah bin Khalil, dan
lainnya.
Muhammad bin Abdullah bin Abi Ya’kub
adh-Dhibby berkata,”Abu Salamah pernah datang ke Bashrah dikediaman Bisyr bin
Marwan. Abu Salamah merupakan seorang laki-laki yang ceria. Wajahnya seperti
mata uang dinar.
Az-Zuhri berkata,”Ada empat orang Quraisy
yang kutemui seperti laut (kiasan banyaknya ilmu mereka). Yaitu Urwah, Ibnu
al-Musayyab, Abu Salamah dan Ubaidillah bin Abdullah.
V.
Ummu Salamah
Beliau adalah Hindun binti Abi Umayyah bin
Mughirah al-Makhzumiyah al-Qursyiyah. Bapaknya adalah putra dari salah seorang
Quraisy yang diperhitungkan (disegani) dan terkenal dengan kedermawanannya.
Ayahnya dijuluki sebagai “Zaad ar-Rakbi ” yakni seorang pengembara yang berbekal. Dijuluki demikian karena apabila dia melakukan safar
(perjalanan) tidak pernah lupa mengajak teman dan juga membawa bekal bahkan ia
mencukupi bekal milik temannya. Adapun ibu beliau bernama ‘Atikah binti Amir
bin Rabi’ah al-Kinaniyah dari Bani Farras yang terhormat.[6]
VI.
Imam Nafi’ al-Madani
Nama lengkap beliau
Nafi’ bin Abdurrahman bin Abi Nu’aim. Imam Madinah ini dilahirkan pada tahun
tujuh puluhan hijriyah dan meninggal pada tahun 169 H. Beliau merupakan salah
satu pakar Qiraat Asyrah dan menjadi urutan pertama di antara pakar qiraat
lainnya. Hal ini sudah menjadi mufakat ulama’ menempatkan beliau pada urutan
pertama, karena diantara alasanya yaitu disebabkan tempat mengajar beliau di
Madinah. Oleh karena itu, jika kita hendak membaca jamak (menggabungkan bacaan
Qiraat Asyrah) tentu bacaan beliau kita dahulukan yang diriwayatkan oleh Imam
Qolun. Walau beliau sering disebut dengan imam Madinah atau qori’ Madinah,
namun sebenarnya beliau berasal dari Asbahan, yang bercirikan kulit hitam
legam. Sifat budi pekerti yang halus, aura wajahnya yang menawan dan berwibawa
terpancar dari sang qori’ ini..
D. ANALISA MATAN HADITS
Hadis-hadis diatas menjelaskan kepada kita
tentang bagaimana dan kapan kita harus memulai dan dan mengakhiri bulan
Ramadhan. Dalam mengawali bulan Ramadhan, maka pertama sekali, kita
diperintahkan untuk melihat keadaan bulan secara langsung (apakah telah
membentuk bulan baru atau belum). Begitu juga dalam menentukan akhir bulan
Ramadhan dan atau 1 syawal, dengan cara melihat bulan pula hal ini mengacu pada
hadis yang berbunyi: صُومُوا ِلرُؤيَتِهِ وَأفْطَرُوا لِرُؤْيَتِهِ . dan
metode ini dikenal dengan nama metode rukyatul hilal.[7]
Cara ini disebut imkanurrukyah.
a)
Aplikasi
Informasi Astronomis Hilal Pada Berbagai Hisab Dengan Kriteria yang Berbeda
Saat ini dikenal beragam kriteria hisab dan tiga diantaranya dikenal dan diterapkan oleh sejumlah organisasi di Indonesia. Kini kita akan membahas aplikasi informasi astronomis Hilal yang dibahas pada bagian sebelumnya pada tiga kriteria hisab yang digunakan di Indonesia. Ketiga kriteria tersebut adalah Wujudul Hilal yang digunakan oleh Muhammadiyah, kriteria Imkanurrukyat MABIMS yang digunakan oleh sejumlah organisasi dan Pemerintah, dan kriteria Imkanurrukyat LAPAN yang digunakan oleh Persatuan Islam (Persis).
Saat ini dikenal beragam kriteria hisab dan tiga diantaranya dikenal dan diterapkan oleh sejumlah organisasi di Indonesia. Kini kita akan membahas aplikasi informasi astronomis Hilal yang dibahas pada bagian sebelumnya pada tiga kriteria hisab yang digunakan di Indonesia. Ketiga kriteria tersebut adalah Wujudul Hilal yang digunakan oleh Muhammadiyah, kriteria Imkanurrukyat MABIMS yang digunakan oleh sejumlah organisasi dan Pemerintah, dan kriteria Imkanurrukyat LAPAN yang digunakan oleh Persatuan Islam (Persis).
1)
Wujudul Hilal
Kriteria Wujudul Hilal ini dapat dilihat pada Pedoman Hisab Muhammadiyah adalah:
Kriteria Wujudul Hilal ini dapat dilihat pada Pedoman Hisab Muhammadiyah adalah:
1.
telah terjadi
ijtimak (konjungsi)
2.
ijtimak
(konjungsi) itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan
3.
pada saat
terbenamnya matahari piringan atas Bulan berada di atas ufuk (bulan baru telah
wujud).
Dengan memperhatikan informasi astronomis
Hilal pada bagian sebelumnya, dapat kita katakan bahwa kedua unsur pertama
dalam kriteria wujudul hilal Muhammadiyah di atas sudah terpenuhi. Adapun untuk
unsur yang ketiga, kita harus meninjau ketinggian Hilal menurut Muhammadiyah,
yaitu piringan atas Bulan, untuk lokasi Yogyakarta (φ = – 07° 48′ LS dan λ =
110° 21′ BT, ketinggian 90 m. Berdasarkan perhitungan, ketinggian Hilal versi
Muhammadiyah saat Matahari terbenam di Yogyakarta adalah 0º 51,92’. Dengan
demikian unsur ketiga dalam kriteria wujudul hilal pun terpenuhi, karena
ketinggian Hilal versi Muhammadiyah sudah lebih dari 0º. Sebagai catatan, Hasil
ini masih untuk titik Yogyakarta, belum Indonesia secara keseluruhan.
Karena Muhammdiyah menyatakan bahwa pada saat
terbenamnya Matahari piringan atas Bulan berada di atas ufuk (bulan baru telah
wujud), sesungguhnya secara astronomis hal ini setara dengan pernyataan bahwa
“Bulan terbenam lebih lambat daripada terbenamnya Matahari”. Saat Bulan
terbenam sama dengan saat terbenamnya Matahari itulah yang dinyatakan dengan
Lag = 0. Jadi, kita dapat mengetahui di daerah mana saja yang Lag-nya 0 atau
positif atau negatif dari peta Lag. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3
berikut. Pada Gambar 3 tersebut, kita lihat bahwa garis wujudul hilal (setara
dengan Lag = 0) membelah Indonesia. Hal inilah yang memaksa kita untuk memahami
suatu konsep yang disebut “Wilayatul Hukmi” yang diterapkan oleh Muhammadiyah.
Sederhananya, konsep ini adalah jika di suatu daerah (dalam hal ini kota
Yogyakarta) Lag-nya sudah > 0, maka daerah lain yang masih satu wilayah
hukum (dalam hal ini satu negara Indonesia) dianggap mengikuti daerah acuan
tersebut, walaupun daerah lain itu Lag-nya < 0. Dengan demikian, pada saat
Matahari terbenam di Indonesia, ketiga unsur dalam kriteria wujudul hilal di
atas terpenuhi hasil-hasil sudah terpenuhi di Indonesia secara keseluruhan.
2)
Imkanurrukyat
MABIMS
Kriteria Imaknurrukyat MABIMS atau yang
dikenal juga dengan kriteria 2-3-8 dapat dilihat pada hasil Keputusan Lokakarya
Mencari Format Kriteria Awal Bulan Hijriah di Indonesia Tahun 2011 Isinya
adalah:
Ø tinggi hilal minimal 2º dan,
Ø jarak sudut Matahari dan Bulan minimal 3º atau umur Bulan
minimal 8 jam. (Syarat pertama wajib dan syarat kedua opsional).
Berbeda dengan tinggi Hilal yang dimaksud
oleh Muhammadiyah, tinggi Hilal yang dimaksud di sini adalah bagian terbawah
pada piringan Bulan. Kota yang menjadi acuan dalam perhitungan pun adalah
Pelabuhan Ratu, tepatnya di Pos Observasi Bulan (POB) Pelabuhan Ratu (106º 33′
27.8” BT, -7° 01′ 44.6” LS dan tinggi tempat 52.685 m). Tinggi Hilal yang
dimaksud di sini, yaitu tinggi piringan bawah Bulan, di POB pelabuhan Ratu saat
Matahari terbenam tanggal 8 Juli 2013 adalah 0º 25,78’. Dengan membandingkan
hasil ini dan informasi astronomis Hilal pada uraian sebelumnya dengan isi
kriteria MABIMS di atas, dapat kita simpulkan bahwa saat Matahari terbenam di
POB Pelabuhan Ratu, kriteria MABIMS belumlah terpenuhi. Hal inipun berlaku di
seluruh Indonesia, karena tinggi Hilal tertinggi, elongasi terbesar dan umur
Bulan terlama belum memenuhi kriteria MABIMS di seluruh Indonesia. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa saat Matahari terbenam di Indonesia tanggal 8
Juli 2013, berdasarkan kriteria MABIMS ini, bulan Hijriah belum berganti dari
bulan Sya’ban ke bulan Ramadhan 1434 H. Dengan demikian, bulan Sya’ban akan
diistikmalkan (dibulatkan) menjadi 30 hari. Konsekuensinya, shalat Tarawih dimulai
pada 9 Juli 2013 malam dan shaum Ramadhan dimulai pada 10 Juli 2013.
3)
Imkanurrukyat
LAPAN
Kriteria Imkanurrukyat LAPAN ini diusulkan oleh Thomas Djamaluddin dan diterapkan oleh Persis. Isi kriterianya adalah:
Kriteria Imkanurrukyat LAPAN ini diusulkan oleh Thomas Djamaluddin dan diterapkan oleh Persis. Isi kriterianya adalah:
1.
Jarak sudut
Bulan-Matahari > 6,4º.
2.
Beda tinggi
Bulan-Matahari > 4º.
Berbeda dengan dua kriteria sebelumnya yang
mengacu pada tinggi Hilal (meskipun definisi keduanya berbeda) pada kriteria
ini yang diacu adalah beda tinggi antara pusat piringan Bulan dan pusat piringan
Matahari. Berdasarkan perhitungan standar di astronomi, saat Matahari terbenam
tinggi pusat piringan Matahari adalah – 50’. Dengan demikian, tinggi Hilal
minimal yang dimaksud dalam kriteria ini adalah 3º 10’. Jika kita
bandingkan kriteria ini dengan informasi astronomis Hilal di atas, maka akan
kita simpulkan bahwa di seluruh Indonesia kriteria ini belum terpenuhi.
Konsekuensinya, sebagaimana kriteria MABIMS, shalat Tarawih dimulai pada 9 Juli
2013 malam dan shaum Ramadhan dimulai pada 10 Juli 2013.
Gambar 2. Ilustrasi Piringan Bulan dan Hilal.
Istilah untuk titik A, B, C, dan D dijelaskan dalam tulisan
Perbedaan paling utama dalam hal ini adalah
titik acuan tinggi Hilal pada piringan Bulan, sebagaimana diilustrasikan pada
Gambar 2. Hingga saat ini titik acuan tinggi Bulan yang digunakan secara
standar oleh astronom di dunia, adalah titik tengah piringan Bulan, yaitu
titik A, terlepas dari apapun fase Bulan saat itu. Adapun titik acuan tinggi
Hilal yang digunakan oleh banyak ormas di Indonesia dan Pemerintah (berdasarkan
Keputusan Lokakarya Mencari Format Kriteria
Awal Bulan Hijriah di Indonesia
Tahun 2011 di Cisarua, Bogor) adalah titik terbawah pada piringan bawah Bulan,
yaitu titik B. Sementara titik acuan tinggi Hilal yang digunakan oleh
Muhammadiyah adalah piringan teratas Bulan, yaitu titik C. Sementara
titik D digunakan sebagai acuan oleh para pemburu Hilal dengan teleskop dan
detektornya. Hal ini dapat dilihat, misalnya pada perangkat lunak Accurate
Times yang digunakan oleh M. S. Odeh. Ketinggian titik D ini akan selalu
berada antara ketinggian titik A dan B, bergantung pada konfigurasi posisi
Bulan, Matahari dan letak geografis pengamat.
Sebagaimana kita tahu, Bulan adalah benda
bulat dan dari kejauhan akan tampak berupa piringan, terlepas ia dalam fase
apapun. Satu piringan Bulan yang tampak dari Bumi (jarak sudut antara titik B
dan C di ilustrasi di atas) adalah sekitar 0,5º. Karena itu dengan mudah dapat
dikatakan bahwa jarak sudut antara titik A ke titik B, C atau D adalah sekitar
15’ atau sekitar 0,25º. Dengan memperhatikan ilustrasi di atas juga kita akan
mengetahui bahwa tinggi Hilal yang dinyatakan oleh Muhammadiyah akan berbeda
sekitar 0,5º dari tinggi Hilal yang dinyatakan oleh ormas lain, misalnya
Nahdatul Ulama (NU). Meskipun nilai di atas kecil, namun akan sangat menentukan
awal awal bulan Hijriah; khususnya jika ketinggian Hilal berada pada nilai yang
kritis.
Pemerintah Republik Indonesia selama ini
cendrung menganut kriteria awal bulan Imkan Rukyah. Dimana keesokan harinya
akan masuk bulan baru jika kondisi bulan memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
Ø Ketinggian hilal tidak kurang dari 2 derajat di atas ufuq
ketika matahari terbenam.
Ø Sudut elongasi matahari-bulan tidak kurang dari 3 derajat.
Ø Umur bulan ketika terbenam matahari tidak kurang 8 jam,
dihitung mulai dari terjadinya ijtimak (konjungsi).
Ø Kriteria di atas merupakan patokan minimal dalam sidang
istbat dalam menentukan apakah pengakuan kenampakan hilal dapat diterima atau
tidak. Jika adanya pengakuan kenampakan hilal padahal kondisi hilal menurut
hisab belum memenuhi kriteria di atas, maka pengakuan tersebut akan di tolak
oleh sidang Istbat.
yang kedua, yakni apabila keadaan bulan tidak
tampak oleh karena tertutup awan atau hal lain yang menghalangi pengelihatan
kita terhadap bulan, sehingga bulan tidak bisa dilihat secara nyata, maka kita
oleh nabi diperintahkan untuk menghitungnya (menghisabnya) secara matematis.[8]
Yaitu perhitungan untuk memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi.
Cara ini disebut dengan wujudul hilal.
Muhammmadiyah cendrung menetapkan awal bulan
dengan menggunakan kriteria wujudul hilal, dimana keesokan harinya akan masuk
bulan baru jika pada hari rukyah matahari terbenam lebih dulu daripada bulan,
menurut hisab. Atau dengan kata lain, piringan atas bulan berada di atas ufuq
ketika matahari terbenam.
E.
KEUTAMAAN BULAN
RAMADHAN DAN AMAL-AMAL DI DALAMNYA
1.
Rasulullah SAW
bersabda :” umatku akan diberi lima perkara yang tidak diberikan kepada
seorangpun sebelum mereka, yaitu :
1.
Allah melihat
umat muhammad dengan rahmat-Nya Ketika dimalam awal bulan Ramadhan,barang siapa
yang dilihat Allah dengan rahmat-Nya,maka tidak akan disiksa selamanya.
2.
Allah menyuruh
malaikat untuk memintakan ampunan bagi umat Muhammad.
3.
Bau mulut
orang yang berpuasa(dari umat Muhammad) itu lebih harum daripada minyak masik
disisi Allah.
4.
Allah
berfirman kepada surga” jadikanlah dirimu perhiasan bagi umat Muhammad” lalu
Allah berfirman pula” alangkah bahagianya hamba-Ku yang mukmin (yaitu
orang-orang yang menjadi kekasih-Ku).
5.
Allah
mengampuni dosa-dosa mereka (umat Muhammad).[9]
F.
KESIMPULAN
Semua Hadits di atas memberi pelajaran kepada
kita tentang keutamaan bulan Ramadhan dan keutamaan beramal di dalamnya,
seperti di antaranya:
v Bulan Ramadhan adalah:
·
Bulan yang
penuh berkah,
·
Pada bulan ini
pintu Jannah dibuka dan pintu neraka ditutup,
·
Pada bulan ini
syaitan-syaitan dibelenggu,
·
Dalam bulan
ini ada satu malam yang keutamaan beramal di dalamnya lebih baik daripada
beramal seribu bulan di bulan lain, yakni malam Lailatul Qadr,
·
Pada bulan ini
setiap hari ada malaikat yang menyeru menasehati siapa yang berbuat baik agar
bergembira dan yang berbuat ma'shiyat agar menahandiri.
v Keutamaan beramal
di bulan Ramadhan antara lain:
·
Amal itu dapat
menutup dosa-dosa kecil antara setelah Ramadhan yang lewat sampai dengan
Ramadhan berikutnya,
·
Menjadikan
bulan Ramadhan memintakan syafaa't bagi pelakunya,
·
Bagi yang
berpuasa disediakan pintu khusus yang bernama Rayyaan untuk
memasuki Jannah.
G. PENUTUP
Betapa sayang dan cintanya Allah kepada kita, tatkala
kita dihadapkan pada bulan suci Ramadhan. Sungguh sangat indahnya Allah mensyariatkan puasa bagi hambanya, yang di
dalamnya banyak sekali hikmah yang tesirat dan tersurat padanya, maka dari
itu,semoga dengan makalah ini kita kedepan akan dipertemukan lagi bulan yang
suci itu, dan semoga kita bisa menjadi hamba yang selalu diridhoi Allah. Dan
kritik dan saran selalu kami nanti. Wallahu A’lam
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hafidz Ibnu
Hajar Al-Ashqolani,Bulughul Maram
Min Adillatil Ahkam”, Nurul Huda, Surabaya, Indonesia.
Idrus Alkaf.Ihtisar hadits shahih Muslim. CV.Karya Utama”Surabaya”.
, Muhammad Said Mursi. Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah.
Penerjemah: Khoirul Amru Harahap, Lc, MHI & Achmad Fauzan, Lc, MAg. Cet-1,
Jakarta. Pustaka Al-Kautsar, 2007
Al-Faqih Maulanasy Syaikh Nasr ibnu Muhammad
ibnu Ibrahim As-Samarqondhi r,a. Tambihul Gofilin. Haramain, indonesia.
Utsman bin Hasan bin Ahmad Syakir Al-Khuubuwi. Durrotun Nasihin
fil-Wa’dhi wal Irsyad. “Karya Thoha Putra”,Semarang.
Asy-Syaikh Musthof al-Golayini, Jami’ud Durus. Bairut,Libanon.
Muhammad Yasin bin Isa Al-Fadani, Husnus Siyagoh. Al-ma’had Al-ulum
Asy-sariiyat.Sarang,Rembang,Jawa Tengah.
[1].: Al-Hafidz Ibnu
Hajar Al-Ashqolani,Bulughul Maram
Min Adillatil Ahkam”, Nurul Huda, Surabaya, Indonesia. Hlm : 133
[2] . Alkaf
Idrus.Ihtisar hadits shahih Muslim. CV.KARYA UTAMA”SURABAYA”. Hlm: 197-198
[3].
Asy-Syaikh Musthof al-Golayini, Jami’ud Durus. Bairut,Libanon. Hlm : 271
[4].Yasin
Muhammad bin Isa Al-Fadani, Husnus Siyagoh. Al-ma’had Al-ulum
Asy-sariiyat.Sarang,Rembang,Jawa Tengah.Hlm: 54
[5]. Mursi, Muhammad Said. Tokoh-tokoh Besar Islam
Sepanjang Sejarah. Penerjemah: Khoirul Amru Harahap, Lc, MHI & Achmad
Fauzan, Lc, MAg. Cet-1, Jakarta. Pustaka Al-Kautsar, 2007
[7] . Rukyatul
Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan merukyat
(mengamati) hilal secara langsung. Apabila hilal (bulan sabit) tidak terlihat
(atau gagal terlihat), maka bulan (kalender) berjalan digenapkan (istikmal)
menjadi 30 hari. Kriteria ini berpegangan pada Hadis Nabi Muhammad: صُومُوا
ِلرُؤيَتِهِ وَأفْطَرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمَلُوا
عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ.
[8] . Secara
harfiyah HISAB bermakna ‘perhitungan’. Di dunia Islam istilah ‘hisab’ sering
digunakan sebagai metode perhitungan matematik astronomi untuk memperkirakan
posisi matahari dan bulan terhadap bumi. Kriteria ini berpegangn pada hadis
nabi muhammad
فَإِنْ
غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ
[9] .
Utsman bin Hasan bin Ahmad Syakir Al-Khuubuwi. Durrotun Nasihin Fil-Wa’dhi wal
Irsyad. “Karya Thoha Putra”,Semarang. Hlm: 11
0 komentar:
Posting Komentar