Home » » Pengertian puasa,aplikasi informasi Astronomi, amalan-amalan puasa, analisa puasa.

Pengertian puasa,aplikasi informasi Astronomi, amalan-amalan puasa, analisa puasa.

PUASA

Disusun guna memenuhi Tugas
Mata kuliah :  Hadist Ahkam
Dosen pengampu : Dr. Hj Ummah Farida, Lc. MA





Disusun oleh :
1.      Moh. Pujihono              :   312038
2.      Umar Syeh M. Afsi      :   312032

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN USHULUDDIN
PROGAM STUDI TAFSIR HADIST
TAHUN AKADEMIK 2013


PUASA
I.          PENDAHULUAN
Islam ditegakkan berdasarkan lima tiang (rukun), dengan rukun itu seorang manusia bisa  dikatakan pemeluk agama Islam. Puasa bertempat diurutan ke -4 setelah orang mengikrarkan syahadat, melakukan sholat, dan menunaikan zakat. betapa indahnya Islam, karna dengan di syariatkan puasa bagi kaum muslim, Allah menaruh berjuta-juta hikmah dan pahala bagi yang menjalankannya. Oleh karena urgennya ibadah puasa ini, Allah Swt. Dengan sangat gamblang mewajibkan ibadah puasa ini terhadap seluruh orang yang beriman, karna hal ini tertuang dalam Firman-Nya surat Al-Baqoroh :183
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs? ÇÊÑÌÈ  
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” ( Al-Baqoroh :183). 
Puasa dibebankan kepada orang-orang beriman agar mereka menjadi orang yang bertakwa didalam menjalani hidupnya agar tidak tergelincir kepada jalan-jalan keburukan dan terhindar dari siksa-Nya. Ini merupakan salah satu bentuk kasih sayang Allah kepada para hamba-Nya. Karena disamping mereka menjadi orang yang bertakwa, mereka juga akan mereguk nikmat dan indahnya hikmah dibalik ibadah ini yang begitu luas.
Maka dari itu, pada kesempatan ini, kami akan sedikit dibahas tentang hadis Nabi yang berkaitan dengan ketentuan-ketentuan dalam pelaksanaan puasa. yakni kapan dan bagaimana seharusnya seorang islam memulai ritual ibadah puasa dan kapan pula berakhirnya dan yang lainnya. Sehingga akan tampak jelas aturan-aturan yang telah ditentukan dalam menentukan waktu-waktu memulai puasa Ramadhan, dan dari dalam makalah ini juga nanti akan diketahui penyebab dari perbedaan penggunaan metode dalam menentukan 1 Ramadhan dan 1 syawal,dan tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan puasa . Insya Allah.

II.       RUMUSAN MASALAH
1.         Bagaimana Matan hadist tentang Puasa?
2.         Analisa bahasa dari hadist puasa?
3.         Siapa saja Rijal yang berperan dalam hadist tentang puasa?
4.         Bagaimana mengalisa matan daripada puasa?
5.         Apa keutamaan dan amalan apa yang bisa diraih di bulan puasa?
6.         Bagaimana Aplikasi Informasi Astronomis Hilal Pada Berbagai Hisab Dengan Kriteria yang Berbeda?
III.    PEMBAHASAN
A.       MATAN HADITS
Shohih Muslim

وعن ابن عمر رضي الله عنه قال : سمعت رسول الله صلعم يقول : " اذا رأيتموه فصوموا, اذا رأيتموه فأفطروا , فان غم عليكم فاقدروا له " متفق عليه
ولمسلم :  " فان أغمي عليكم  فاقدروا له ثلاثين " وللبخارى : فاكملوا العدة ثلاثين" . وله في حديث أبي هريرة :   فاكملوا عدة شعبان ثلاثين .                                                                                                                
Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila engkau sekalian melihatnya (bulan) berpuasalah, dan apabila engkau sekalian melihatnya (bulan) berbukalah, dan jika awan menutupi kalian maka perkirakanlah.” Muttafaq Alaihi. Menurut riwayat Muslim: “Jika awan menutupi kalian maka perkirakanlah tiga puluh hari.” Menurut riwayat Bukhari: “Maka sempurnakanlah hitungannya menjadi tigapuluh hari.” Riwayat itu selaras dengan haditsnya Abu Hurairoh “ maka sempurnakanlah hitungannya tiga puluhnya bulan Sya’ban”.
-حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيْم: حَدَّثَنَا هِشَام: حَدَّثَنَا يَحْيىَ بنُ أَبِي كَثِير، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أِبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه،
عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: (لَا يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أوْ يَوْمَيْنِ، إِلَّا أَنْ يَكُوُنَ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمَهُ، فَلْيَصُمْ ذَلِكَ الْيَوْم).
Dari Abi Hurairah, ia berkata bahwasanya Nabi saw. Bersabda: jangan sekali-kali kamu mendahului bulan Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali seseorang yang biasa berpuasa, maka berpuasalah hari itu.[1]
 حَدَّثَنَا عَبْدُ الله بنُ مَسْلَمَةَ، عَنْ مَالِك، عَنْ نَافِع، عَنْ عَبْدِ الله بنِ عُمَر رضي الله عنهما:أنَّ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم ذَكَرَ رَمَضَانَ، فَقَالَ: (لاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلَال، وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوهُ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ).
Dari ‘Abullah bin Umar r.a, mengatakan bahwa Rasulullah pernah berbicara perihal bulan Ramadhan. Beliau bersabda: maka janganlah kamu berpuasa sehingga melihat bulan sabit (tanggal 1 Ramadhan), dan janganlah kamu berbuka sehingga kamu melihatnya (tanggal 1 syawal). Jika bulan itu tertutup atasmu, kira-kirakanlah bilangannya.[2]

 حَدَّثَنَا عَبْدُ الله بنُ مَسْلَمَةَ: حَدَّثَنَا مَالِك، عَنْ عَبْدِ الله بنِ دِينَاٍر، عَنْ عَبْدِ الله ابنِ عُمَرَ رضي الله عَنْهُمَا:
أنَّ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم قَالَ: (الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ لَيْلَةً، فَلَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوهُ، فَإنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلَاثِيْنَ).
Dari ‘Abullah bin Umar r.a, berkata bahwasanya Nabi bersabda: sebulan itu dua puluh sembilan malam, maka janganlah kamu berpuasa sehingga melihat bulan sabit ( tanggal 1 Ramadhan), dan janganlah kamu berbuka sehingga kamu melihatnya  (tanggal 1 syawal), jika bulan tertutup atasmu, maka sempurnakanlah bulan sya’ban tiga puluh hari.
 حَدَّثَنَا آدم: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّد بْنُ زِيَاد قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ رضي الله عَنْهُ يَقُولُ:
قَالَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم، أَوْ قَالَ: قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ صلى الله عليه وسلم: (صُومُوا ِلرُؤيَتِهِ وَأفْطَرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمَلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ).
Dari Abi Hurairah r.a, ia berkata, bahwasanya Nabi Muhammad saw. Bersabda: berpuasalah kamu bila melihatnya ( bulan sabit tanggal satu Ramadhan), dan berbukalah bila kamu melihatnya (bulan sabit tanggal satu syawal). Jika bulan itu tertutup atasmu, maka sempurnakanlah bilangan sya’ban tiga puluh hari.

 حَدَّثَنَا أبُو عَاصِم، عَنْ ابنِ جُرَيْج، عَنْ يَحْيىَ بنِ عَبْدِ الله بْنِ صَيفِيٌّ، عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَن، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رضي الله عَنْهَا: أنَّ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم آلى مِنْ نِسَائِهِ شَهْرًا، فَلَمَّا مَضَى تِسْعَةُ وَعِشْرُونَ يَوْمًا غَدَا، أو راح، فَقِيلَ لَهُ: إنَّكَ حَلَفْتَ أنْ لَا تَدْخُلَ شَهْرًا؟. فَقَالَ: (إنَّ الشَّهْرَ يَكُونُ تِسْعَةً وَعِشْرِينَ يَوْمًا).
Dari Ummu Salamah r.a ia berkata, sesungguhnya mengila’ sebagian isteri beliau selama satu bulan. Ketika telah lewat duapuluh sembilan hari, beliau pergi kepada mereka pada waktu pagi dan sore. Maka dikatakan kepada beliau “(Wahai Nabiyullah), sesungguhnya engkau bersumpah tidak akan memasuki (mereka) selama satuu bulan?”. Beliau bersabda: sesungguhnya satu bulan itu 29 hari.”

B.       ANALISA BAHASA
" اذا رأيتموه فصوموا, اذا رأيتموه فأفطروا , فان غم عليكم فاقدروا له " متفق عليه
ولمسلم :  " فان أغمي عليكم  فاقدروا له ثلاثين " وللبخارى : فاكملوا العدة ثلاثين" . وله في حديث أبي هريرة :   فاكملوا عدة شعبان ثلاثين .                                                                                                                dalam susunan ini tidak ada suatu kalimah yang janggal, semua lafadz bermakna sesuai kosa kata tersebut, maka dari itu analisa ini kami analogkan pada kaidah nahwu dan sorofnya. hadits di atas terdapat beberapa syarat beserta jawabnya,yang kesemuanya menggunakan sighot fi’il. Jika kita analogkan pada kaidah nahwunya haadits ini mempunyai suatu perintah (tholab), disamping karna kwluar dari fi’il amar, ini juga bermakna tholab, sebab itu sebagai jawab yang di iringi dengan fa’ jawab.[3]
لَا يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أوْ يَوْمَيْنِ، إِلَّا أَنْ يَكُوُنَ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمَهُ،
Dalam hadist ini terdapat adat qasr, yaitu huruf لاdan الا yang pada hakikatnya ini adalah sebuah penetapan,  yang bermakna pada asal tujuan qasr yaitu meringkas dan menetapkan.[4]
صُومُوا ِلرُؤيَتِهِ وَأفْطَرُوا لِرُؤْيَتِهِ،
Dari penggalan hadits diatas, mengandung sebuah sabab-musabab, yaitu lafadz  لرُؤيَتِهِ  (sebagai sabab) dan lafadz صُومُوا ِ وَأفْطَرُوا (sebagai musababnya)
C.       ANALISA RIJAL
     I.               Biografi Abu Hurairah
Tempat dan Tanggal Lahirnya
        Beliau dilahirkan 21 tahun sebelum hijrah tepatnya pada tahun 598 Masehi di daerah Yaman, beliau dilahirkan dari kabilah bani Daus, beliau masuk Islam pada awal tahun ke-7 hijriyah tepatnya ketika Rasulullah berada di Khoibar, yang disaksikan oleh Rasulullah, kemudian beliau senantiasa bermulazamah kepada Rasulullah untuk mendapatkan ilmu dari beliau, beliau adalah sahabat yang paling banyak menghafalkan hadis dari pada shahabat yang lainnya, hal ini merupakan barokah dari do’a Rasulullah kepada beliau, Rasulullah mengakui akan semangat yang dimiliki oleh Abu Hurairah dalam mencari ilmu.
Beliau adalah salah seorang yang menerima pantulan revolusi Islam, dengan segala perubahan yang ia buat. Dari orang upahan menjadi induk orang yang mengupah atau majikan, dari seorang yang terlunta-lunta ditengah-tengah lautan manusia, menjadi imam dan ikutan, Dan dari seorang yang sujud kepada batu-batu yang disusun, menjadi orang yang beriman kepada Allah. Beliau berkata, “Aku dibesarkan dalam keadaan yatim, dan pergi hijrah dalam keadaan miskin, aku menerima upah sebagai pembantu pada Basrah binti Ghazwan demi untuk mengisi isi perutku. Aku lah yang melayani keluarga itu bila sedang ingin berpergian, sekarang inilah aku, Allah telah menikahkanku dengan putri Bushrah, maka segala puji bagi Bagi Allah yang telah menjadikan agama ini tiang penegak, dan menjadikan Abu Hurairah ikutan umat.”
Abu Hurairah adalah seorang alim, ahli ibadah, ahli tasawuf, dan yang selalu mengikuti perang di medan pertempuran, demi mengagungkan kalimat Allah. Dia mengikuti perang Tabuk pada masa Nabi Saw, dan setelah wafat Nabi, dia pun ikut berperang melawan orang-orang murtad bersama Abu Bakar As-Shiddiq.
  II.               Imam Bukhari
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari Al Ju’fi. Akan tetapi beliau lebih terkenal dengan sebutan Imam Bukhari, karena beliau lahir di kota Bukhara, Turkistan.
Sewaktu kecil Al Imam Al Bukhari buta kedua matanya. Pada suatu malam ibu beliau bermimpi melihat Nabi Ibrahim ‘Alaihissalaam yang mengatakan, “Hai Fulanah (yang beliau maksud adalah ibu Al Imam Al Bukhari, pent), sesungguhnya Allah telah mengembalikan penglihatan kedua mata putramu karena seringnya engkau berdoa”. Ternyata pada pagi harinya sang ibu menyaksikan bahwa Allah telah mengembalikan penglihatan kedua mata putranya.
Ketika berusia sepuluh tahun, Al Imam Al Bukhari mulai menuntut ilmu, beliau melakukan pengembaraan ke Balkh, Naisabur, Rayy, Baghdad, Bashrah, Kufah, Makkah, Mesir, dan Syam..
III.               Abdullah bin Umar bin Khattab 
Abdullah bin Umar bin Khattab  (bahasa Arabعبد الله بن عمربن الخطاب) atau sering disebut Abdullah bin Umar atau Ibnu Umar saja (lahir 612 - wafat 693/696atau 72/73 H) adalah seorang sahabat Nabi dan merupakan periwayat hadits yang terkenal. Ia adalah anak dari Umar bin Khattab, salah seorang sahabat utamaNabi Muhammad dan Khulafaur Rasyidin yang kedua.
Ibnu Umar adalah seorang yang meriwayatkan hadist terbanyak kedua setelah Abu Hurairah, yaitu sebanyak 2.630 hadits, karena ia selalu mengikuti kemanaRasulullah pergi. Bahkan Aisyah istri Rasulullah pernah memujinya dan berkata :"Tak seorang pun mengikuti jejak langkah Rasulullah di tempat-tempat pemberhentiannya, seperti yang telah dilakukan Ibnu Umar". Ia bersikap sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadist Nabi. Demikian pula dalam mengeluarkan fatwa, ia senantiasa mengikuti tradisi dan sunnah Rasulullah, karenanya ia tidak mau melakukan ijtihad. Biasanya ia memberi fatwa pada musim haji, atau pada kesempatan lainnya. Di antara para Tabi'in, yang paling banyak meriwayatkan darinya ialah Salim dan hamba sahayanya, Nafi'.[5]
IV.               Abu Salamah
Abu Salamah adalah putera Abdurrahman bin Auf, seorang sahabat Rasulullah yang kaya. Nasabnya secara lengkap adalah Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf bin Abdi Auf bin Abdi bin Harits bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab al-Quraisy az-Zuhri al-Hafizh. Imam adz-Dzahabi dalam Siyar A’lamin Nubala’nya menempatkannya pada tingkatan kedua dalam jajaran era Tabi’in. Dia merupakan ulama madinah. Ada yang mengatakan nama aslinya adalah Abdullah atau Ismail. Dia dilahirkan pada sekitar tahun 20-an Hijriyah. Ia hanya meriwayatkan sedikit hadis dari ayahnya. Karena sang ayah terlebih dahulu meninggal dunia. Saat itu, Abu Salamah masih kecil.
Namun demikian, ia sempat meriwayatkan hadis dari beberapa sahabat Rasulullah SAW, antara lain dari Usamah bin Zaid, Abdullah bin Salam, Abu Ayyub, Aisyah, Ummu Salamah, Ummu Sulaim, Abu Hurairah, dan beberapa sahabat yang lain.
Menurut Umar bin Abdul Aziz, Abu Salamah adalah penuntut ilmu yang faqih dan mujtahid yang memiliki kemampuan berhujjah. Beberapa ulama meriwayatkan dari Abu Salamah anatar lain anaknya Umar bin Abu Salamah, keponakannya Sa’ad bin Ibrahim, Abdul Majid bin Suhail, Arak bin Malik, asy-Sya’bi, Sa’id al-Maqbari, Amr bin Dinar, az-Zuhri, Salamah bin Khalil, dan lainnya.
Muhammad bin Abdullah bin Abi Ya’kub adh-Dhibby berkata,”Abu Salamah pernah datang ke Bashrah dikediaman Bisyr bin Marwan. Abu Salamah merupakan seorang laki-laki yang ceria. Wajahnya seperti mata uang dinar.
Az-Zuhri berkata,”Ada empat orang Quraisy yang kutemui seperti laut (kiasan banyaknya ilmu mereka). Yaitu Urwah, Ibnu al-Musayyab, Abu Salamah dan Ubaidillah bin Abdullah.
  V.               Ummu Salamah
Beliau adalah Hindun binti Abi Umayyah bin Mughirah al-Makhzumiyah al-Qursyiyah. Bapaknya adalah putra dari salah seorang Quraisy yang diperhitungkan (disegani) dan terkenal dengan kedermawanannya. Ayahnya dijuluki sebagai “Zaad ar-Rakbi ” yakni seorang pengembara yang berbekal. Dijuluki demikian karena apabila dia melakukan safar (perjalanan) tidak pernah lupa mengajak teman dan juga membawa bekal bahkan ia mencukupi bekal milik temannya. Adapun ibu beliau bernama ‘Atikah binti Amir bin Rabi’ah al-Kinaniyah dari Bani Farras yang terhormat.[6]
VI.               Imam Nafi’ al-Madani
Nama lengkap beliau Nafi’ bin Abdurrahman bin Abi Nu’aim. Imam Madinah ini dilahirkan pada tahun tujuh puluhan hijriyah dan meninggal pada tahun 169 H. Beliau merupakan salah satu pakar Qiraat Asyrah dan menjadi urutan pertama di antara pakar qiraat lainnya. Hal ini sudah menjadi mufakat ulama’ menempatkan beliau pada urutan pertama, karena diantara alasanya yaitu disebabkan tempat mengajar beliau di Madinah. Oleh karena itu, jika kita hendak membaca jamak (menggabungkan bacaan Qiraat Asyrah) tentu bacaan beliau kita dahulukan yang diriwayatkan oleh Imam Qolun. Walau beliau sering disebut dengan imam Madinah atau qori’ Madinah, namun sebenarnya beliau berasal dari Asbahan, yang bercirikan kulit hitam legam. Sifat budi pekerti yang halus, aura wajahnya yang menawan dan berwibawa terpancar dari sang qori’ ini..
D.       ANALISA MATAN HADITS
Hadis-hadis diatas menjelaskan kepada kita tentang bagaimana dan kapan kita harus memulai dan dan mengakhiri bulan Ramadhan. Dalam mengawali bulan Ramadhan, maka pertama sekali, kita diperintahkan untuk melihat keadaan bulan secara langsung (apakah telah membentuk bulan baru atau belum). Begitu juga dalam menentukan akhir bulan Ramadhan dan atau 1 syawal, dengan cara melihat bulan pula hal ini mengacu pada hadis yang berbunyi: صُومُوا ِلرُؤيَتِهِ وَأفْطَرُوا لِرُؤْيَتِهِ  . dan metode ini dikenal dengan nama metode rukyatul hilal.[7] Cara ini disebut imkanurrukyah.
a)         Aplikasi Informasi Astronomis Hilal Pada Berbagai Hisab Dengan Kriteria yang Berbeda
           Saat ini dikenal beragam kriteria hisab dan tiga diantaranya dikenal dan diterapkan oleh sejumlah organisasi di Indonesia. Kini kita akan membahas aplikasi informasi astronomis Hilal yang dibahas pada bagian sebelumnya pada tiga kriteria hisab yang digunakan di Indonesia. Ketiga kriteria tersebut adalah Wujudul Hilal yang digunakan oleh Muhammadiyah, kriteria Imkanurrukyat MABIMS yang digunakan oleh sejumlah organisasi dan Pemerintah, dan kriteria Imkanurrukyat LAPAN yang digunakan oleh Persatuan Islam (Persis).
1)        Wujudul Hilal
Kriteria Wujudul Hilal ini dapat dilihat pada  Pedoman Hisab Muhammadiyah adalah:
1.         telah terjadi ijtimak (konjungsi)
2.         ijtimak (konjungsi) itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan
3.         pada saat terbenamnya matahari piringan atas Bulan berada di atas ufuk (bulan baru telah wujud).
Dengan memperhatikan informasi astronomis Hilal pada bagian sebelumnya, dapat kita katakan bahwa kedua unsur pertama dalam kriteria wujudul hilal Muhammadiyah di atas sudah terpenuhi. Adapun untuk unsur yang ketiga, kita harus meninjau ketinggian Hilal menurut Muhammadiyah, yaitu piringan atas Bulan, untuk lokasi Yogyakarta (φ = – 07° 48′ LS dan λ = 110° 21′ BT, ketinggian 90 m. Berdasarkan perhitungan, ketinggian Hilal versi Muhammadiyah saat Matahari terbenam di Yogyakarta adalah 0º 51,92’. Dengan demikian unsur ketiga dalam kriteria wujudul hilal pun terpenuhi, karena ketinggian Hilal versi Muhammadiyah sudah lebih dari 0º. Sebagai catatan, Hasil ini masih untuk titik Yogyakarta, belum Indonesia secara keseluruhan.
Karena Muhammdiyah menyatakan bahwa pada saat terbenamnya Matahari piringan atas Bulan berada di atas ufuk (bulan baru telah wujud), sesungguhnya secara astronomis hal ini setara dengan pernyataan bahwa “Bulan terbenam lebih lambat daripada terbenamnya Matahari”. Saat Bulan terbenam sama dengan saat terbenamnya Matahari itulah yang dinyatakan dengan Lag = 0. Jadi, kita dapat mengetahui di daerah mana saja yang Lag-nya 0 atau positif atau negatif dari peta Lag. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3 berikut. Pada Gambar 3 tersebut, kita lihat bahwa garis wujudul hilal (setara dengan Lag = 0) membelah Indonesia. Hal inilah yang memaksa kita untuk memahami suatu konsep yang disebut “Wilayatul Hukmi” yang diterapkan oleh Muhammadiyah. Sederhananya, konsep ini adalah jika di suatu daerah (dalam hal ini kota Yogyakarta) Lag-nya sudah > 0, maka daerah lain yang masih satu wilayah hukum (dalam hal ini satu negara Indonesia) dianggap mengikuti daerah acuan tersebut, walaupun daerah lain itu Lag-nya < 0. Dengan demikian, pada saat Matahari terbenam di Indonesia, ketiga unsur dalam kriteria wujudul hilal di atas terpenuhi hasil-hasil sudah terpenuhi di Indonesia secara keseluruhan.
2)        Imkanurrukyat MABIMS
Kriteria Imaknurrukyat MABIMS atau yang dikenal juga dengan kriteria 2-3-8 dapat dilihat pada hasil Keputusan Lokakarya Mencari Format Kriteria Awal Bulan Hijriah di Indonesia Tahun 2011 Isinya adalah:
Ø  tinggi hilal minimal 2º dan,
Ø  jarak sudut Matahari dan Bulan minimal 3º atau umur Bulan minimal 8 jam. (Syarat pertama wajib dan syarat kedua opsional).
Berbeda dengan tinggi Hilal yang dimaksud oleh Muhammadiyah, tinggi Hilal yang dimaksud di sini adalah bagian terbawah pada piringan Bulan. Kota yang menjadi acuan dalam perhitungan pun adalah Pelabuhan Ratu, tepatnya di Pos Observasi Bulan (POB) Pelabuhan Ratu (106º 33′ 27.8” BT, -7° 01′ 44.6” LS dan tinggi tempat 52.685 m). Tinggi Hilal yang dimaksud di sini, yaitu tinggi piringan bawah Bulan, di POB pelabuhan Ratu saat Matahari terbenam tanggal 8 Juli 2013 adalah 0º 25,78’. Dengan membandingkan hasil ini dan informasi astronomis Hilal pada uraian sebelumnya dengan isi kriteria MABIMS di atas, dapat kita simpulkan bahwa saat Matahari terbenam di POB Pelabuhan Ratu, kriteria MABIMS belumlah terpenuhi. Hal inipun berlaku di seluruh Indonesia, karena tinggi Hilal tertinggi, elongasi terbesar dan umur Bulan terlama belum memenuhi kriteria MABIMS di seluruh Indonesia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa saat Matahari terbenam di Indonesia tanggal 8 Juli 2013, berdasarkan kriteria MABIMS ini, bulan Hijriah belum berganti dari bulan Sya’ban ke bulan Ramadhan 1434 H. Dengan demikian, bulan Sya’ban akan diistikmalkan (dibulatkan) menjadi 30 hari. Konsekuensinya, shalat Tarawih dimulai pada 9 Juli 2013 malam dan shaum Ramadhan dimulai pada 10 Juli 2013.
3)        Imkanurrukyat LAPAN
          Kriteria Imkanurrukyat LAPAN ini diusulkan oleh
Thomas Djamaluddin dan diterapkan oleh Persis. Isi kriterianya adalah:
1.         Jarak sudut Bulan-Matahari > 6,4º.
2.         Beda tinggi Bulan-Matahari > 4º.
Berbeda dengan dua kriteria sebelumnya yang mengacu pada tinggi Hilal (meskipun definisi keduanya berbeda) pada kriteria ini yang diacu adalah beda tinggi  antara pusat piringan Bulan dan pusat piringan Matahari. Berdasarkan perhitungan standar di astronomi, saat Matahari terbenam tinggi pusat piringan Matahari adalah – 50’. Dengan demikian, tinggi Hilal minimal yang dimaksud dalam kriteria ini adalah 3º 10’.  Jika kita bandingkan kriteria ini dengan informasi astronomis Hilal di atas, maka akan kita simpulkan bahwa di seluruh Indonesia kriteria ini belum terpenuhi. Konsekuensinya, sebagaimana kriteria MABIMS, shalat Tarawih dimulai pada 9 Juli 2013 malam dan shaum Ramadhan dimulai pada 10 Juli 2013.
Gambar 2. Ilustrasi Piringan Bulan dan Hilal. Istilah untuk titik A, B, C, dan D dijelaskan dalam tulisan
Gambar 2. Ilustrasi Piringan Bulan dan Hilal. Istilah untuk titik A, B, C, dan D dijelaskan dalam tulisan
Perbedaan paling utama dalam hal ini adalah titik acuan tinggi Hilal pada piringan Bulan, sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 2. Hingga saat ini titik acuan tinggi Bulan yang digunakan secara standar oleh astronom di dunia,  adalah titik tengah piringan Bulan, yaitu titik A, terlepas dari apapun fase Bulan saat itu. Adapun titik acuan tinggi Hilal yang digunakan oleh banyak ormas di Indonesia dan Pemerintah (berdasarkan Keputusan Lokakarya Mencari Format Kriteria Awal Bulan Hijriah di Indonesia Tahun 2011 di Cisarua, Bogor) adalah titik terbawah pada piringan bawah Bulan, yaitu titik B. Sementara titik acuan tinggi Hilal yang digunakan oleh Muhammadiyah adalah piringan teratas Bulan, yaitu titik C. Sementara titik D digunakan sebagai acuan oleh para pemburu Hilal dengan teleskop dan detektornya. Hal ini dapat dilihat, misalnya pada perangkat lunak Accurate Times yang digunakan oleh M. S. Odeh. Ketinggian titik D ini akan selalu berada antara ketinggian titik A dan B, bergantung pada konfigurasi posisi Bulan, Matahari dan letak geografis pengamat.
Sebagaimana kita tahu, Bulan adalah benda bulat dan dari kejauhan akan tampak berupa piringan, terlepas ia dalam fase apapun. Satu piringan Bulan yang tampak dari Bumi (jarak sudut antara titik B dan C di ilustrasi di atas) adalah sekitar 0,5º. Karena itu dengan mudah dapat dikatakan bahwa jarak sudut antara titik A ke titik B, C atau D adalah sekitar 15’ atau sekitar 0,25º. Dengan memperhatikan ilustrasi di atas juga kita akan mengetahui bahwa tinggi Hilal yang dinyatakan oleh Muhammadiyah akan berbeda sekitar 0,5º dari tinggi Hilal yang dinyatakan oleh ormas lain, misalnya Nahdatul Ulama (NU). Meskipun nilai di atas kecil, namun akan sangat menentukan awal awal bulan Hijriah; khususnya jika ketinggian Hilal berada pada nilai yang kritis.
Pemerintah Republik Indonesia selama ini cendrung menganut kriteria awal bulan Imkan Rukyah. Dimana keesokan harinya akan masuk bulan baru jika kondisi bulan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Ø  Ketinggian hilal tidak kurang dari 2 derajat di atas ufuq ketika matahari terbenam.
Ø  Sudut elongasi matahari-bulan tidak kurang dari 3 derajat.
Ø  Umur bulan ketika terbenam matahari tidak kurang 8 jam, dihitung mulai dari terjadinya ijtimak (konjungsi).
Ø  Kriteria di atas merupakan patokan minimal dalam sidang istbat dalam menentukan apakah pengakuan kenampakan hilal dapat diterima atau tidak. Jika adanya pengakuan kenampakan hilal padahal kondisi hilal menurut hisab belum memenuhi kriteria di atas, maka pengakuan tersebut akan di tolak oleh sidang Istbat.
yang kedua, yakni apabila keadaan bulan tidak tampak oleh karena tertutup awan atau hal lain yang menghalangi pengelihatan kita terhadap bulan, sehingga bulan tidak bisa dilihat secara nyata, maka kita oleh nabi diperintahkan untuk menghitungnya (menghisabnya) secara matematis.[8] Yaitu perhitungan untuk memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi. Cara ini disebut dengan wujudul hilal.
Muhammmadiyah cendrung menetapkan awal bulan dengan menggunakan kriteria wujudul hilal, dimana keesokan harinya akan masuk bulan baru jika pada hari rukyah matahari terbenam lebih dulu daripada bulan, menurut hisab. Atau dengan kata lain, piringan atas bulan berada di atas ufuq ketika matahari terbenam.
E.        KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN DAN AMAL-AMAL DI DALAMNYA
1.         Rasulullah SAW bersabda :” umatku akan diberi lima perkara yang tidak diberikan kepada seorangpun sebelum mereka, yaitu :
1.         Allah melihat umat muhammad dengan rahmat-Nya Ketika dimalam awal bulan Ramadhan,barang siapa yang dilihat Allah dengan rahmat-Nya,maka tidak akan disiksa selamanya.
2.         Allah menyuruh malaikat untuk memintakan ampunan bagi umat Muhammad.
3.         Bau mulut orang yang berpuasa(dari umat Muhammad) itu lebih harum daripada minyak masik disisi Allah.
4.         Allah berfirman kepada surga” jadikanlah dirimu perhiasan bagi umat Muhammad” lalu Allah berfirman pula” alangkah bahagianya hamba-Ku yang mukmin (yaitu orang-orang yang menjadi kekasih-Ku).
5.         Allah mengampuni dosa-dosa mereka (umat Muhammad).[9]


F.        KESIMPULAN
Semua Hadits di atas memberi pelajaran kepada kita tentang keutamaan bulan Ramadhan dan keutamaan beramal di dalamnya, seperti di antaranya:
v  Bulan Ramadhan adalah:
·            Bulan yang penuh berkah,
·            Pada bulan ini pintu Jannah dibuka dan pintu neraka ditutup,
·            Pada bulan ini syaitan-syaitan dibelenggu,
·            Dalam bulan ini ada satu malam yang keutamaan beramal di dalamnya lebih baik daripada beramal seribu bulan di bulan lain, yakni malam Lailatul Qadr,
·            Pada bulan ini setiap hari ada malaikat yang menyeru menasehati siapa yang berbuat baik agar bergembira dan yang berbuat ma'shiyat agar menahandiri.

v   Keutamaan beramal di bulan Ramadhan antara lain:
·            Amal itu dapat menutup dosa-dosa kecil antara setelah Ramadhan yang lewat sampai dengan Ramadhan berikutnya,
·            Menjadikan bulan Ramadhan memintakan syafaa't bagi pelakunya,
·            Bagi yang berpuasa disediakan pintu khusus yang bernama Rayyaan untuk memasuki Jannah.

G.       PENUTUP
Betapa sayang dan cintanya Allah kepada kita, tatkala kita dihadapkan pada bulan suci Ramadhan. Sungguh sangat indahnya Allah  mensyariatkan puasa bagi hambanya, yang di dalamnya banyak sekali hikmah yang tesirat dan tersurat padanya, maka dari itu,semoga dengan makalah ini kita kedepan akan dipertemukan lagi bulan yang suci itu, dan semoga kita bisa menjadi hamba yang selalu diridhoi Allah. Dan kritik dan saran selalu kami nanti. Wallahu A’lam










DAFTAR PUSTAKA
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Ashqolani,Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam”, Nurul Huda, Surabaya, Indonesia.
Idrus Alkaf.Ihtisar hadits shahih Muslim. CV.Karya Utama”Surabaya”.
, Muhammad Said Mursi. Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah. Penerjemah: Khoirul Amru Harahap, Lc, MHI & Achmad Fauzan, Lc, MAg. Cet-1, Jakarta. Pustaka Al-Kautsar, 2007
Al-Faqih Maulanasy Syaikh Nasr ibnu Muhammad ibnu Ibrahim As-Samarqondhi r,a. Tambihul Gofilin. Haramain, indonesia.
Utsman bin Hasan bin Ahmad Syakir Al-Khuubuwi. Durrotun Nasihin fil-Wa’dhi wal Irsyad. “Karya Thoha Putra”,Semarang.
Asy-Syaikh Musthof al-Golayini, Jami’ud Durus. Bairut,Libanon.
Muhammad Yasin bin Isa Al-Fadani, Husnus Siyagoh. Al-ma’had Al-ulum Asy-sariiyat.Sarang,Rembang,Jawa Tengah.




[1].: Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Ashqolani,Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam”, Nurul Huda, Surabaya, Indonesia. Hlm : 133

[2] . Alkaf Idrus.Ihtisar hadits shahih Muslim. CV.KARYA UTAMA”SURABAYA”. Hlm: 197-198
[3]. Asy-Syaikh Musthof al-Golayini, Jami’ud Durus. Bairut,Libanon. Hlm : 271
[4].Yasin Muhammad bin Isa Al-Fadani, Husnus Siyagoh. Al-ma’had Al-ulum Asy-sariiyat.Sarang,Rembang,Jawa Tengah.Hlm: 54
[5]. Mursi, Muhammad Said. Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah. Penerjemah: Khoirul Amru Harahap, Lc, MHI & Achmad Fauzan, Lc, MAg. Cet-1, Jakarta. Pustaka Al-Kautsar, 2007
[7] . Rukyatul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan merukyat (mengamati) hilal secara langsung. Apabila hilal (bulan sabit) tidak terlihat (atau gagal terlihat), maka bulan (kalender) berjalan digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari. Kriteria ini berpegangan pada Hadis Nabi Muhammad: صُومُوا ِلرُؤيَتِهِ وَأفْطَرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمَلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ.
[8] . Secara harfiyah HISAB bermakna ‘perhitungan’. Di dunia Islam istilah ‘hisab’ sering digunakan sebagai metode perhitungan matematik astronomi untuk memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi. Kriteria ini berpegangn pada hadis nabi muhammad                 فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ 
[9] . Utsman bin Hasan bin Ahmad Syakir Al-Khuubuwi. Durrotun Nasihin Fil-Wa’dhi wal Irsyad. “Karya Thoha Putra”,Semarang. Hlm: 11

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Kumpulan makalah lengkap Ushuluddin TH.angkatan 2012 STAIN KUDUS - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger